Teori Belajar Konstruktivisme


A.    Pengertian Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme ini bertitik tolak daripada teori pembelajaran behaviorisme yang didukung oleh B.F Skinner yang mementingkan perubahan tingkah  laku pada peserta didik. Teori pembelajaran yang diperkenalkan oleh Jean Piaget terdapat ide utama pandangan ini yaitu mental. Semua dalam diri individu  diwakili melalui struktur mental dikenal sebagai skema yang akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima begitu juga sebaliknya, kemudian lahir teori pembelajaran teori konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru dimana pengetahuan akan dibangun sendiri berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka.
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajran yang generatif, artinya tindakan yang mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Kontruktivisme lebih belajar sebagai kegiatan untuk membangun atau menciptakan pengetahuan dengan member makna pada pengetahuannya yang sesuai dengan pengalamannya. Konsep teori ini mempunyai interpretasi yang beragam. Belajar merupakan proses aktif untuk mengkonstruksi pengetahuan dan bukan proses menerima pengetahuan.

B.     Konsep Teori Belajar Kontruktivisme Menurut Para Ahli
Terdapat dua jenis konstruktivisme yang menonjol yaitu konstruktivisme sosial (social constructivism) yang sering disebut sebagai kelanjutan dari hasil kerja Vygotsky serta kontruktivisme kognitif (cognitive constructivism) yang dipercaya pada hasil kerja piaget.
1.      Teori belajar konstruktivisme menurut Jean Piaget
Pandangan-pandangan Jean Piaget seorang psikolog kelahiran swiss (1896-1980), percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.  Belajar menurut teori ini bukanlah sekedar menghafal tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya. Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memamng mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya.



2.      Teori Belajar Kontruktivissme Sosial menurut Lev Vygotsky
Pendekatan konstruktivisme sosial menekankan pada konteks sosial dari pembelajaran dan pengetahuan itu dibangun dan dikonstruksi secara bersama. Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konsep dari individu ke kolaborasi, interaksi sosial, dan aktivitas sosiokultural. Konstruktivisme Vygotsky menekankan bahwa murid mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Ia memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut disesuaikan oleh setiap individu. Vygotsky mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

C.     Ragam Pandang Belajar Konstruktif
Konstruktif kognitif dibangun berdasarkan karya-karya Piaget yang berfokus pada konstruksi pengetahuan yang bersifat individual dan internal. Teori-teori belajar konstruktif menyatakan bahwa belajar adalah orang yang secara individual harus menemukan dan mentransformasi informasi kompleks, mengecek informasi yang baru terhadap aturan-aturan informasi yang lama dan merivisi aturan-aturan lama yang tidak sesuai lagi. Kontruktif kognitif menganjurkan aktivitas-aktivitas belajar yang menekankan experience based dan discovery oriented.
Konstruktif sosial merupakan jawaban pertanyaan guru-guru berkenaan dilema yang mereka hadapi dengan konstruktif kognitif. Konstruktif sosial lebih dipengaruhi oleh karya-karya Vygotsky(1978) yang menganjurkan bahwa pengetahuan pertama kali dikonstruk dalam konteks sosial dan selanjutnya dalam diri individu. Inti dari konstruksi sosial ini adalah fokus pada memfasilitasi pengkonstruksian pemahaman siswa melalui interaksi sosial.
Pendekatan kontruktif dalam kurikulum, menganjurkan pendidik untuk memepelajari pengetahuan dan pengalaman yang telah ada pada siswa berkenaan suatu tugas tertentu.selanjutnya pendidik menyusun kurikulum berdasarkan hasil mempelajari pengetahuan dan keterampilan siswa. Dengan bagitu siswa dapat mengembangkan dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya.



D.    Nilai-Nilai Konstrukif yang Utama
1.      Collaboration: apakah tugas-tugas pembelajaran dicapai melalui kerjasama dengan komunitasnya atau tidak?
2.      Personal autonomy: apakah kepentingan pribadi peserta didik menentukan kegiatan dan proses pembelajaran yang diterimanya?
3.      Generativity: apakah ada kemungkinan peserta didik didorong untuk membangun dan menemukan sendiri prinsip-prinsip dan didorong untuk mengelaborasi apa yang diterima?
4.      Reflectivity: apakah setelah pembelajaran selesai misalnya, peserta didik bisa melihat manfaat dari apa yang telah dipelajarinya dan apakah dia menemukan sesuatu yang bisa digunakan untuk memperbaiki belajarnya sesuai dengan konteksnya?
5.      Active engagement: apakah setiap individu terlibat secara aktif dalam belajar untuk membangun pemahamannya atau peserta didik lebih pada menerima saja apa yang diberikan?
6.      Personal relevance: apakah peserta didik bisa melihat keterkaitan dari apa yang dipelajarinya dengan kehidupan sendiri?
7.      Pluralism: apakah pembelajarannyaa tidak menekankan pada satu cara atau solusi? Apakah semua pendapat pribadi mendapat tempat dalam dialog pembelajaran?

E.     Prinsip-Prinsip Utama Konstruktif Dalam Pembelajaran di Kelas
1.      The best learning is situated learning. Peserta didik memecahkan masalah, menjalankan tugas, belajar materi baru dalam suatu konteks yang bermanfaat bagi peserta didik dan berkaitan dengan dunia nyata.
2.      Peserta didik dalam proses belajarnya mendaoatkan scaffolding yang bisa datang dari guru atau teman dalam mengembangkan pemahaman atau keterampilan barunya. Di sini, konstruktif mendorong apprenticeship approach (cognitive apperenticeship), merujuk pada proses dimana seorang peserta didik memperoleh keahlian secara perlahan-lahan melalui interaksi dengan seorang ahli apakah seorang dewasa atau orang yang lebih maju darinya.
3.      Kaitkan semua kegiatan belajar ke dalam tugas atau problema yang lebih besar. Tujuannya agar peserta didik dapat melihat relevansi tujuan belajarnya yang spesifik dan kaitannya dengan tugas yang lebih besar dan kompleks.
4.      Bantu peserta didik dalam mengembangkan rasa memiliki atas semua masslaah dan tugasnya. Jadi bukan sekedar untuk lulus tes.
5.      Desain tugas yang autentik. Buatlah tugas-tugas yang menantang kognitif siswa dalam belajar sains misalnya seperti layaknya ilmuwan. Problem atau tugas bisa dinego dengan peserta didik agar sesuai dengan tuntutsn kognitif dan dapat mendorong rasa memiliki.
6.      Desain tugas dan lingkungan belajar yang merefleksikan kompleksitas lingkungan yang kelak peserta didik diharapkan berfungsi didalamnya.
7.      Beri kesempatan bagi peserta didik untuk memiliki dan menemukan proses mendapatkan solusi. Jadi bukan memberikan masalah dan mendikte apa yang haarus dibuat atau dibaca agar menemukan solusi, tetapi tantang peserta didik berpikir.
8.      Desain lingkungan peserta didik yang mendukung dan menantang pemikiran peserta didik. Disini guru bertindak sebagai konsultan atau pelatih sesuai dengan konsep scaffolding dan zone of proximal development dari Vygotsky.







Komentar