Pendekatan dalam Manajemen Kelas Pendekatan Berdasarkan Perubahan Tingkah Laku (Behavior Modification Approach)


Pendekatan dalam Manajemen Kelas
Pendekatan Berdasarkan Perubahan Tingkah Laku (Behavior Modification Approach)

A.    Pengertian Teori Behavioristik (Perubahan Tingkah Laku)
Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkrit menurut Nurabadi (2016:73). Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans yang dimaksud adalah lingkungan belajar anak, baik dari internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar anak. Sedangkan respon adalah reaksi, akibat atau dampak  anak dalam menerima stimulans yang diberikan.
Seseorang dapat dikatakan sudah belajar apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk yang ditunjukkan oleh peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil stimulus dan respon. Menurut Nurabadi (2016:73), faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah hal apa saja yang dapat menguatkan respon. Bila penguatan ditambahkan maka respon akan semakin kuat, dan sebaliknya jika penguatan dikurangi maka respon pun akan tetap dikuatkan.
Teori behavioristik banyak dikritik karena sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan/atau belajar yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Misalnya, seorang peserta didik akan dapat belajar dengan baik jika diberi stimulus tertentu, namun setelah diberi stimulus lagi yang sama dan lebih baik lagi, mereka tidak mau belajar lagi. Hal tersebut membuktikan bahwa, perlu adanya penggantian stimulus baru agar mendapatkan respon yang diinginkan. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat diamati.
Teori behavioristik juga cenderung mengarahkan peserta didik untuk berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Hal tersebut bertujuan untuk membawa peserta didik untuk mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik untuk tidak berkreasi dan berimajinasi. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap proses belajar, sehingga tidak sesederhana seperti teori behavioristik.
B.     Prinsip-prinsip Pendekatan Tingkah Laku
Pendekatan pengubahan perilaku didasarkan pada prinsip-prinsip psikologi behaviorisme. Prinsip utama yang mendasari adalah proses belajar.  Pendekatan pengubahan tingkah laku dibangun atas dua anggapan dasar menurut Gunawan (2016:42), yaitu: 1) ada empat proses yang perlu diperhitungkan dalam belajar bagi semua orang pada segala tingkatan umur dan dalam segala keadaan, dan 2) proses belajar itu sebagian atau seluruhnya dipengaruhi (dikontrol) oleh kejadian-kejadian yang berlangsung di lingkungan. Tugas pokok guru adalah menguasai dan menerapkan keempat proses yang telah terbukti (bagi kaum behavioris) merupakan pengontrol tingkah laku manusia, yaitu:
1.      Penguatan Positif
Penguatan positif berupa memberikan stimulus positif, berupa ganjaran atau pujian terhadap perilaku atau hasil yang memang diharapkan, misalnya berupa ungkapan seperti : “nah seperti ini kalau mengerjakan tugas, tulisannya rapi dan mudah dibaca”. Jenis-jenis penguatan positif ialah:
a.       Penguatan primer (dasar) yaitu penguatan yang tidak dipelajari dan selalu diperlukan untuk berlangsungnya hidup seperti makanan, air, udara, dan sebagainya.
b.      Penguatan sekunder (bersyarat) ialah yang menjadi penguat sebagai hasil proses belajar atau dipelajari (seperti diperhatikan, pujian, nilai angka, ranking, kegiatan atau permainan yang disenangi siswa).
Contoh:
1)      Tingkah laku: Indah membuat tugas mengarangnya dengan baik dan ditulis rapi.
2)      Penguatan positif: Guru memuji pekerjaan Indah dan memberikan komentar bahwa tugas yang ditulis Indah lebih mudah dibaca dibandingkan dengan ditulis secara tidak rapi.
3)      Frekuensi tingkah laku yang dikuatkan itu meningkat: Untuk tugas-tugas berikutnya, Indah terus memperhatikan kerapian laporannya.
4)      Kesimpulan: Frekuensi tingkah laku yang diberikan penguatan positif cenderung akan meningkat.
2.      Penghukuman
Penghukuman merupakan pemberian stimulus yang tidak menyenangkan untuk menghilangkan dengan segala perilaku peserta didik yang tidak dikehendaki. Sebagian menganggap bahwa hukuman merupakan alat yang efektif untuk menghentikan tingkah laku, sekaligus merupakan contoh yang tidak dikehendaki bagi siswa lain. Sebagian lain melihat bahwa akibat sampingan dari hubungan pribadi antara guru (yang menghukum) dan siswa (terhukum) menjadi teganggu, atau siswa yang dihukum menjadi “pahlawan” di mata teman-temannya.
Contoh:
a.       Tingkah laku: Gayus mengumpulkan jawaban UTS 1 Bahasa Indonesianya yang kurang rapi.
b.      Penghukuman: Guru memarahi Gayus karena tidak memperhatikan kerapian lembar jawaban UTS1, mengatakan bahwa lembar jawaban yang tidak rapi susah dibaca, dan menyuruh Gayus membuat ulang jawaban di lembar yang baru.
c.       Frekuensi tingkah laku: Untuk ujian-ujian selanjutnya Gayus memperhatikan kerapian lembar jawabannya.
d.      Kesimpulan: frekuensi tingkah laku yang diberikan hukuman, akan cenderung menurun.
3.      Penguatan Negatif
Penguatan negatif adalah peniadaan tingkah laku yang tidak disukai (biasanya berupa hukuman) yang selalu diberikan kepada siswa, karena siswa yang bersangkutan telah meninggalkan tingkah laku yang menyimpang.
Contoh:
a.       Pelatih ekstrakurikuler atletik menggunakan stimulasi aversi (stimulus yang tidak menyenangkan) berupa para atlit harus berlari mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh kali bila pemain melakukan kesalahan dalam latihan. Jika para atlit mampu berlatih sesuai instruksi pelatih, maka keharusan mengelilingi lapangan tersebut  dapat dikurangi jumlahnya atau dihentikan. Dengan demikian respon yang benar dari para atlit ditinggalkan atau dipelihara dengan penguatan negatif.
b.      Kesimpulan: frekuensi tingkah laku yang diberikan penguatan negatif akan cenderung meningkat.
4.      Penghilangan
Penghilangan adalah upaya mengubah perilaku peserta didik dengan cara menghentikan pemberian respons terhadap suatu perilaku peserta didik yang semula dilakukan dengan respons tersebut. Penghilangan ini menghasilkan penurunan frekuensi tingkah laku yang semula mendapat penguatan. Penundaan merupakan tindakan tidak jadi memberikan ganjaran atau pengecualian pemberian ganjaran untuk siswa tertentu. Penundaan seperti ini menurunkan frekuensi penguatan dan menurunkan frekuensi penguatan dan menurunkan frekuensi tingkah laku yang dimaksud.
Contoh:
a.       Angga yang selalu mendapat ilai terbaik disetiap ujian matematika, sebelumnya memperoleh pujian dari guru (tingkah laku peserta  didik yang sebelumnya mendapat penguatan). Pada saat guru membagikan hasil ujian matematika Angga, Guru hanya memberikannya tanpa komentar (menahan pemberian penguatan positif). Untuk ujian matematika selanjutnya, nilai yang diperoleh tidak menjadi yang terbaik.
b.      Kesimpulan: frekuensi tingkah laku yang telah mendapat penguatan menjadi menurun.
5.      Penundaan
Penundaan adalah tindakan tidak jadi memberikan ganjaran atau pengecualian pemberian ganjaran untuk peserta didik tertentu. Penundaan seperti ini menurunkan frekuensi penguatan daan  menurunkan frekuensi tingkah laku yang dimaksud itu.
Contoh:
a.       Para peserta didik di kelas Bu Lina (guru matematika) yakin bahwa guru mereka itu akan menyelenggarakan permainan matematika, jika para peserta didik mengerjaakan tugas dengan baik. Permainan seperti itu amat digemari oleh para peserta didik. Ternyata peserta didik memang mengerjakan  tugas dengan baik, kecuali Yuda. Ibu Lina mengatakan bahwa Yuda tidak diperkenankan mengikuti permainan itu dan duduk terpisah dari kelompok-kelompoknya (pengecualian pemberian ganjaran untuk peserta didik tertentu). Karena mendapat perlakuan seperti itu, selanjutnya Yuda mengerjakan tugas-tugas dengan baik.
b.      Kesimpulan: frekuensi tingkah laku menurun.
C.    Pendekatan Modifikasi Tingkah Laku (Behavior Modificatian Approach)
Pendekatan modifikasi tingkah laku ini menurut Setyosari (1999:45) berangkat dari psikologi tingkah laku yang mendasar pada asumsi bahwa:
1.      Terdapat sejumlah proses psikologi yang mendasar yang apat digunakan untuk menerangkan terjadinya proses belajar pada semua tingkatan usia dan kondisinya, seperti penguatan (reinforcement) yang negatif atau positif, hukuman (punishment), dan penghapusan (extinotion).
2.      Semua tingkah laku, yang baik ataupun yang kurang baik merupakan hasil belajar, dan sebagian besar terkontrol oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungannya.
Menurut pendekatan ini,  untuk  membina tingkah laku yang dikehendaki, guru harus memberi penguatan yang positif (memberi ruangan yang positif, misalnya pengajaran) atau memberikan penguatan yang negatif (misalnya meniadakan hukuman). Untuk mengurangi tingkah  laku yang tidak dikehendaki, guru dapat menggunakan hukuman, menghapus atau membatalkan rencana pemberian ganjaran yang diharapkan oleh siswa.
Petunjuk untuk mencapai efektifitas dengan pendekatan modifikasi tingkah laku ini antara lain:
a.       Jika siswa tidak atau belum tahu bahwa tingkah lakunya tidak  sesuai dengan apa yang diharapkan, tetapi menunjukkan kemauan untuk menyesuaikan, ini merupakan kondisi awal yang efektif untuk mencapai kegiatan belajar yang lebih optimal lagi.
b.      Jika siswa mendukung tingkah laku yang dikehendaki, maka bisa diharapkan bahwa kegiatan belajar selanjutnya bisa dikelola secara efektif.
D.    Tujuan dan Manfaat Penguatan dalam Manajemen Kelas
Pengelolaan kelas penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara perilaku positif peserta didik, sedangkan penguatan negatif bertujuan untuk menghentikan rangsangan yang tidak baik bagi peserta didik menurut Nurabadi (2016:81). Kedua penguatan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan perhatian peserta didik dalam belajar, membangkitkan rasa semangat belajar dan memelihara perilaku yang baik, menumbuhkan rasa percaya diri serta menciptakan suasana yang kondusif agar peserta didik dapat secara optimal dalam belajar. Penguatan positif berupa pemberian imbslsn atau ganjaran untuk merespon perilaku peserta didik yang sesuai harapan guru sehingga is akan tetap merasa senang belajar didalam kelas. Penguatan negatif berupa penghentian keadaan yang kurang menyenangkan seperti hukuman agar peserta didik merasa terbebas dari keadaan tersebut.
Agar memberi pengaruh yang efektif, segala bentuk penguatan harus diberikan dengan memperhatikan siapa sasarannya dan bagaimana teknik pelaksanaannya. Selain itu, penguatan juga harus diberikan dengan penuh rasa hangat dan semangat, harus bermakna bagi peserta didik dan tidak menggunakan kata-kata yang tidak semestinya agar peserta didik mampu menerapkan hal-hal yang baik dan tidak melakukan hal yang tidak baik dalam kehidupannya.
DAFTAR RUJUKAN

Gunawan, Imam. 2016. Manajemen Kelas. Malang: Universitas Negeri Malang.
Nurabadi, Ahmad.2016. Manajemen Kelas Berbasis Peserta Didik. Malang: Universitas Negeri Malang.
Setyosari, Punaji. 1999. Pendekatan-Pendekatan Manajemen Kelas. Malang: Universitas Negeri Malang.

Komentar